GPS kedatangan tamu dari Trans 7 TV

•July 4, 2009 • Leave a Comment

Pada hari jum’at 03 Juli 2009, Gosali Pamor Siliwangi (GPS), kedatangan rekan-rekan dari Trans 7 TV, yang terdiri dari Ranti, Septian, Hendra, dan Denny.

Memilih Material Baja Pamor

•July 1, 2009 • 1 Comment

TempaBagaimana cara membuat material baja pamor (damascus steel). Material baja apa saja yang dapat dibuat menjadi material baja pamor serta bagaimana cara pebuatan yang paling sederhana dapat kita lakukan.

Baja pamor adalah material yang terbuat dari logam baja paduan yang dipadukan dengan material non ferro, yaitu Nickel.  Teknik pembuatannya cukup dengan methoda yang paling sederhana yaitu dengan teknik penempaan atau Hammering Forging Processing (HFG), pada temperur dibawah temperatur kristalisasi, sekitar (1300-1500) derajat Celcius.

Artikel kali akan menuntun kita semua untuk mengetahui pemilihan bahan yang akan dibuat material baja pamor. Saya akan mengunakan istilah generik yang biasa ditulis dalam bahasa metallurgy, yaitu berupa istilah standard dan kali ini standard yang akan saya pakai adalah AISI (American Institute Steel Industry). Tujuan saya memakai istilah ini agar tidak menyulitkan para pembaca yang tertarik dalam maslah ini. Keduanya agar tidak terpaku oleh merek dagang dari berbagai produsen pembuat baja. Contoh singkatnya adalah seperti ini, kita memerlukan material baja paduan AISI C. 1045. Perusahaan Bohler (Germany-Austria) menamai material tersebut dengan nama atau merek dagang……………………………………… NTAR DILANJUT YAA…. NGANTUK BANGET NEHH………….. HEHEHE

Berkaryalah Yang Santun

•May 11, 2009 • 3 Comments
Foto 01

Foto 01: Amas Sambas dan Septian (Putranya) - Lokasi: GPS

Foto 02:

Foto 02:Wachid, Endang dan Amas Sambas - Lokasi: GPS

Foto 03: Amas Sambas - Lokasi: GPS

Foto 03: Amas Sambas - Lokasi: GPS

Foto 04: Amas Sambas - Lokasi: GPS

Foto 04: Amas Sambas - Lokasi: GPS

Foto 05:

Foto 05:

Foto 06: Amas Sambas & Sahidin

Foto 06: Amas Sambas & Sahidin, adalah Pandai pertama dan kedua yang berjasa dalam pelestarian dan pengembangan Kujang Pamor dan Baja Pamor, di Jawa Barat

Jika kita lihat dari rangkaian foto diatas ada beberapa foto milik Gosali Pamor Siliwangi (GPS), yang dipublikasikan oleh sebuah situs komersil. Mungkin ini hal kecil entah disadari atau pun tidak disadari oleh pemilik situs komersil tersebut. Menurut hemat kami ada suatu kelaziman yang berlaku umum dalam masalah publikasi penulisan yaitu dengan mencantumkan sumber asal tulisan, gambar, dan data lainnya yang berhubungan dengan publikasi tersebut.

Foto 1 sampai dengan foto 5, adalah bukti yang kami temukan dalam situs komersil tersebut. Dari rangkaian foto tersebut pada akhirnya jadi mengaburkan informasi, karena nama-nama pelaku ada yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Semula saya pun tidak sadar hanya beberapa rekan saya bertanya dan balik menuduh saya, seolah saya yang mengambil gambar milik situs komersil tersebut. Saya hanya tersenyum dengan tuduhan kritis dari beberapa rekan saya tersebut, seraya berkata nanti kita buktikan karena saya punya bukti semuanya. Dan setelah saya buktikan mereka juga akhirnya heran dan minta maaf. Jadi tulisan ini adalah suatu bentuk klarifikasi, terutama dari bentuk protes yang rekan-rekan sampaikan. Semoga rekan2 juga tidak kecewa atas keterlambatan tulisan ini karena kesibukan saya yang sehari2 juga harus bekerja pada suatu institusi swasta, di kota Bandung.

GPS, tetap akan menghargai seluruh pelaku yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung di lapangan, dalam rangka pengembangan Kujang Pamor dan Pelestarian Budaya Pembuatan Baja pamor (Damascus Steel), di Jawa Barat ini. Saya juga harus jujur tanpa seluruh bantuan dan kerjasama dari rekan-rekan terutama, Amas Sambas sebagai pandai baja pamor pertama dan Crew-nya seperti sebagai panjak (co. asst. pandai) Aka, Subandi, Achid, Endang, Jajang Suhanda dan Juga Sahidin. Pelestarian budaya pembuatan baja pamor dan kujang pamor yang benar2 dikerjakan oleh para putra Jawa Barat ini, belum tentu ada. Seluruh tulisan saya pada blog ini akan selalu menampilkan para pelaku tersebut, sebagai rasa hormat dan bentuk penghargaan kami.

Sebenarnya foto tersebut sengaja kami buat untuk keperluan publikasi bersama antara Adi Rahmatullah dari Ethnic Photo Studio dan GPS, jadi jelas Adi Rahmatullah dan GPS pun sudah melakukan pengorbanan dalam hal ini baik secara finansial, skill, energy, dan lain sebagainya. GPS dan Adi Rahmatullah akan senang jika foto2 tersebut dipublikasikan terutama untuk promosi tentang pelestarian Budaya Kujang Pamor dan Pembuatan Baja Pamor di Jawa Barat. Kenapa saya bangga, karena ketika kami memulai bekerja sendiri dalam project ini, tanpa ada bantuan dari Instansi Pemerintah yang mungkin seharusnya mensupport GPS, akhirnya dapat membuah kan hasil, walaupun mungkin bukan dalam waktu yang cukup lama sekitar 12 th. Target awal kami telah tercapai pelestarian budaya ini telah hidup kembali minimal ada di Ciwidey, dan Insya Allah akan kami kembangkan dan akhirnya seluruh Jawa Barat, akan mengenal dan menghidupkan kembali budaya ini. Ciwidey adalah model prototype kami dan Alhamdulillah para perajinnya telah mampu bekerja sama dengan baik.

Dari tulisan ini kiranya pembaca dapat menyimpulkan sendiri dari judul tulisan diatas. Kami dan seluruh rekan2 yang tergabung dalam GPS, telah mencoba melestarikan Budaya ini. Silahkan rekan2 terutama para generasi muda, baik seniman dan budayawan berkarya dengan mengembangkan budaya Kujang Pamor dan Budaya pembuatan baja pamor lebih aktif dan kreatif lagi. Saya percaya khususnya buat rekan2 di Bandung yang dijuluki kota kreatif ini dapat bekerja sama dalam pengembangan budaya ini. Mohon maaf dengan tidak bermaksud rasis, dan membandingkan ras dari manapun. Kita harus belajar sama orang2 Jawa Tengan, karena mereka sudah berhasil membawa budaya baja pamor dan keris ini menjadi salah satu Warisan Budaya Dunia yang sudah diakui disyahkan oleh Lembaga UNESCO. Insya Allah kita berangan2 lebih tinggi, kalau saja budaya kujang pamor dan baja pamor ini pun tumbuh dan berkembang lagi, minimal untuk Jawa Barat, kelak akan mampu Go International, juga. Kujang itu Unique dan secara anatomi juga begitu baik. Mari kita sama-sama kembangkan, tetapi kita juga tetap menghormati tatanan etika yang berlaku umum, dalam berkarya.

Pengantar Saresehan Kudjang 20 Desember 2008

•December 20, 2008 • Leave a Comment
Bayu S. Hidajat

Bayu S. Hidajat

Pengantar ini saya tulis hanya sebagai saran apabila hari ini saya tidak dapat menghadiri undangan dari Panitya Saresehan Kudjang. Pada kesempatan ini pula saya juga menghaturkan ucapan terima kasih pada Panitya Saresehan atas segala atensinya khususnya buat Kang Teddy Permadi, cs. Saya tahu sekali untuk mengumpulkan komunitas seperti ini bukan lah kerja gampang dari panitya, untuk itu saya acungkan dua jari jempol saya untuk para panitya yang sudah berani memulai actions dalam penelusuran mengenai pusaka kita tercinta yaitu Kudjang.

Tulisan ini menyambung artikel undangan sebelumnya, mungkin tidak banyak sumabngsih dalam tulisan ini, tetapi saya selalu berpikiran positif dan optimis dan akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat khususnya buat para komunitas pencinta Kudjang.

Dari saresehan ini saya berharap agar dapat dibentuk sebuah team atau kelompok penelusuran kudjang. Output dari Team ini, target pertama adalah minimal kita dapat membuahkan suatu tulisan dalam bentuk buku yang kelak akan dijadikan sebuah referensi. Jangan pernah takut buku referensi itu tidak sempurna, yang penting adalah terbit dulu. Kesempurnaan referensi itu setahu saya apabila kelak ada masukan lagi manakala refernsi ini meluncur, disinilah saatnya kita update, untuk menyempurnakan keurangan-kekurangannya berdasarkan saran dan kritik dari para pemerhati masalah Kudjang.

Saya berpendapat secara management, team kerja ini sebaik nya terbagi menjadi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:

1. Team yang bekerja untuk penelusuran aspek sejarah dan budaya Kudjang. Team ini bekerja mencari referensi mengenai sejarah dan budaya Kudjang baik dari buku, naskah kuno maupun nara sumber. Nara sumber sebaiknya juga melibatkan akademisi dan juga para tokoh budayawan maupun tokoh masyarakat yang memang benar2 tahu mengenai seluk beluk kudjang tetapi harus ada pembatas yang menurut saya harus ditentukan dahulu di awal oleh team ini. Usahakan pola pikirnya tidak terlalu jauh antara ketiga narasumber tersebut, karena kalau terlalu jauh kita sukar untuk menyatukan pendapat.

2. Team yang bekerja untuk promosi kudjang. Team ini bekerja dari mulai pembuatan proposal baik kepada institusi pemerintah maupun swasta ataupun mungkin NGO Asing maupun Local yang bisa diajak bekerja sama dan memiliki program mengenai culture. Kerjasama dengan media cetak dan electronic juga mutlak sangat diperlukan sebagi media untuk promosi. Tugas utama team ini adalah mencari sponsor untuk melukakan segala aktivitas kita, karena mau gak mau ini adalah suatu project yang memang memerlukan dana. Seharusnya untuk provinsi Jawa Barat bisa karena pada akhir-akhir ini khususnya Bandung sedang dijadikan pilot project untuk Creative Industry. Kerja Team ini cukup berat juga karena memerlukan orang-orang yang creative dalam gagasan tetapi mampu mewujudkannya dalam tindakan yang realistik. Seminar/workshop, pameran dan lain2 akan lebih mempercepat masyarakat tahu mengenai keberadaan dan positioning Kudjang, mungkin ini lah target utamanya.

3. Team yang bekerja untuk teknis dan analisa pembuatan parameternya lebih jelas dan pasti karena disini yang terlibat adalah ilmu eksak dalam hal ini adalah material fisik dan metalurgi. Referensi yang tersedia cukup banyak baik dari buku maupun website. hanya yang perlu diperhatikan adalah biaya apabila kelak diperlukan model-model kudjang yang diperlukan.

Mungkin ini lah pola pikir dan idea concept yang coba kami berikan kepada panitya saresehan dan juga komunitas kudjang secara garis besar. secara ditail kami mungkin tidak dapat menuliskannya pada weblog ini karena keterbatasan kami dalam menulis dan juga waktu, tetapi dengan segala kerendahan hati Insya Allah saya bersedia apabila kelak diperlukan untuk berdiskusi lebih lanjut.

Selamat berdiskusi “Sawala Kudjang”, kalau istilah Kang Teddy yang kebetulan barusan SMS untuk konfirmasi Saresehan pukul 14:00, Semoga sukses. Saya juga acungkan jempol buat kang Yudha di Jl. Cigadung Selatan I-22, yang sudah bersedia menyumbangkan tempatnya. Saya yakin kegiatan ini pasti bermanfaat. Wassalam

Undangan Saresehan Kudjang 20 Desember 2008

•December 16, 2008 • 4 Comments

lokaPada tanggal 16 Desember 2008, Jam 09:24, saya dapat SMS dari Kang Teddy Permadi, yang isinya sebuah undangan untuk Saresehan dengan topik yang akan di bahas “Seputar Kudjang, Pusaka Sunda, Jawa Barat”. Dalam SMS tersebut acara akan diadakan pada tanggal 20 Desember 2008, tempatnya di rumah Kang Yudha, Jl. Cigadung Selatan I No. 22, Bandung. Seminggu sebelumnya juga saya mendapat SMS dari Kang Gungun, yang isinya adalah mengenai rencana penyusunan buku dan bekerjasama dengan Meseum Sri baduga, Jawa Barat.

Karena saya ada kesibukan ditempat kerja hari ini, saya lupa membalas SMS tersebut dan baru sadar setelah tanggal 17 Desember 2008, Jam 02:54. Dalam balasan itu saya minta nomor telepon Kang Yudha karena jujur aja saya juga sudah lupa lagi masuknya darimana Jl. Cigadung Selatan, maklum Bandung sudah banyak berubah. Ehh rupanya dibalas saat itu juga sama Kang Teddy….heheheh. “Hapunten Kang, saya sudah membangunkan tidurnya.”

Saat menulis ini, saya terbangun dari tidur, karena sudah cukup lama dan lelap sekali sebab selepas sholat isya, saya langsung tidur, jadi kurang lebih sudah 6 jam saya istirahat. Sengaja saya turunkan tulisan ini karena saya takut pada tanggal 20 Desember 2008, saya berhalangan hadir, karena ada rencana mau kedatangan tamu dari salah satu principal product dari Hongkong yang keliatannya mereka bingung karena ternyata Krisis Global Finance, yang semula di USA, telah mengimbas juga ke negeri kita.

Buat rekan-rekan sesama pencinta kudjang, sebelumnya mohon maaf apabila pada saatnya nanti saya tidak, dapat hadir tepat waktu atau mungkin sama sekali tidak bisa menghadiri saresehan ini. Tapi jauh dari lubuk hati yang terdalam sebenarnya saya menyesal sekali kalo sampai tidak bisa datang. Buat saya acara saresehan ini adalah suatu bentuk kemajuan yang nyata dan sekaligus merupakan bentuk kepedulian dari para pencinta kudjang. Mungkin saya akan memberikan sedikit sumbang saran dalam sebuah tulisan ini walaupun thema nya saya sendiri belum tahu kemana arahnya. Semoga tebakan saya secara general ini tidak terlalu jauh dari target yang telah ditetapkan oleh rekan-rekan semuanya.

Menurut pandangan saya agar Kujang ini bisa dipandang khususnya oleh masyarakat Jawa Barat dan umumnya secara global, ada beberapa aspek penting yang benar-benar harus diperhatikan, dan masing aspek itu secara garis besar adalah:

1. Aspek Historical dan Kultur Budaya,

2. Aspek Promosi,

3. Aspek Teknis Pembuatan.

Dari ketiga aspek inilah, kelak dapat dikembangkan dan akhirnya dapat dijadikan suatu referensi yang jelas dan tertulis dan finalnya adalah standarisasi dan patent. Mengapa ini perlu dilakukan, saya belajar ini dari salah satu ahli budaya Malaysia. Beliau menceritakan bagaimana mereka menggali khasanah budaya untuk kejayaan negerinya, sampai merekapun lupa saking dalamnya menggali imaginasinya menjadi sangat kenceng dan seolah-olah budaya itu lupa milik siapa. Orang Indonesia sebagai penciptanya kebakaran jenggot manakala budayanya sudah mereka patent kan. Hal ini lah yang harus kita cermati dan jangan terjadi pada pusaka kita yaitu Kudjang.

Rudini, Generasi Kedua Amas Sambas

•October 5, 2008 • Leave a Comment

Rudini, Dilahirkan di Kampung Lio, Ciwidey, Kabupaten Bandung, pada tanggal 7 Agustus 1989. Merupakan anak ke-3 dari Bapak Amas Sambas. Saya mengenal anak ini ketika pertama kali saya mengenal keluarga Bapak Amas Sambas yaitu sekitar tahun 1996 jadi kurang lebih anak ini berusia sekitar 7 tahun dan baru masuk kelas 1 SD. Kerta Wesi – Kampung Lio, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Letak SD tersebut relatif berdampingan dengan rumahnya karenanya tidaklah heran kalo anak ini disela waktu istirahatnya sering pulang kerumah untuk sekedar makan dan minum.

Perangainya keras sejak kecil, sehingga warga sekitar mungkin lebih mengenal Rudini kecil ini sebagai anak Nakal. Dari mulai anak seusianya sampai orang tua yang berada di sekitar Kampung Lio, mengenal Rudini kecil yang nakal ini.

Kalau saya perhatikan secara jeli, anak ini secara intelegencia memang memiliki sedikit kekurangan, tingkat emosionalnya sangat tinggi, sehingga tidak heran kalau Rudini sering berkelahi.

Bapak Dadang, adalah tetangga dari Keluarga Amas, beliau memiliki usaha jual beli barang rongsokan atau jual beli besi tua di Kampung Lio, Ciwidey. Beliau sangat pintar mendekati Rudini dan anak yang nakal ini menjadi sangatlah dekat dan sangat menyegani Pak Dadang. Kedua orang tuanya sangat senang karena di dalam rumahnya sudah tidak ada yang disegani.

Kelas 4 SD, Rudini sudah berani memulai kerja paruh waktu dengan Pak Dadang, yang kebetulan disamping berjualan besi tua beliau juga memiliki bengkel tempa (Bhs. Sunda namanya Gosali), yang memproduksi alat2 pertanian seperti sekop garpu, cangkul, parang, dan alat pertanian lainnya. dia bekerja sebagai pembantu panjak, sedangkan pande nya adalah Pak Dadang sendiri.

Anak ini memutuskan untuk berhenti sekolah sampai dengan kelas 5 SD, waktu itu sayapun sempat mencoba untuk membujuk dia agar menyelesaikan sekolah minimal sampai dengan lulus SD. Tetapi semuanya tidak berhasil membujuk dan meyakinkan Rudini dan keputusan berhenti sekolah tetap menjadi pilihannya. Kedua orang tuanya sangat sedih waktu itu karena saya tau betul support dari kedua orang tuannya sangatlah penuh. Walaupun saya juga prihatin saat itu tapi akhirnya saya hanya mampu kasih solusi kepada keluarga Pak Amas.

Waktu itu saya bilang kepada kedua orang tuanya,:”Yang penting kita harus mengarahkan anak ini, agar kelak bisa mampu hidup mandiri”. Saya yakin sekali sama anak ini karena dari kecil sudah memiliki bakat menempa yang cukup tinggi dan memiliki fisik yang cukup kuat.

Berturut turut setelah Pak Dadang menjadi guru pertamanya, dilanjutkan dengan bekerja menjadi Panjak, di gosali milik, Pak Eruk, Pak Mamat, Bah Kayi, Pak Anie, Pak Agus Ramlan dan Terakhir di gosali milik Pak Kohar. Pengalaman ini ditempuh dari usia 10 tahun sampai dengan 19 tahun, jadi saat ini Rudini memiliki jam terbang sekitar 9 tahun, dalam membuat berbagai perkakas pertanian.

Menjelang dewasa inilah orang tuanya mulai menarik anaknya kembali untuk mengarahkan anak tersebut membuat baja pamor (Damascussteel), tepatnya pada usia Rudini 19 tahun. Pada tanggal 5 Oktober 2008, saya dan Pak Amas mencoba Rudini untuk menjadi panjak pada gosali pamor siliwangi, dan hasil pengamatan saya Rudini memiliki talenta yang cukup kuat serta naluri dan gaya tempa yang cukup unik. Secara usia karena masih sangat muda Rudini memiliki power untuk pukulan yang cukup kuat, didukung dengan kelenturan tubuh yang sangat indah pada saat memukul pijaran baja yang ditempa pada sepertiga temperatur menjelang titik lebur baja karbon yaitu sekitar 850 derajat Celcius.

Inilah yang menjadi kebanggan saya maupun keluarganya ternyata pilihan hidup yang dia putuskan sudah mulai membuahkan hasil. Rudini telah berhasil membantu ayahnya dalam membuat baja pamor. Secara tidak langsung mulai saat ini kami memiliki satu orang lagi generasi penerus pembuat baja pamor di Ciwidey. Secara moral sayapun memiliki kewajiban moral untuk mensupport Rudini khususnya mengenai teknik pembuatan baja pamor dan perkembangan dari material damascussteel tersebut. Selamat berkarya dan berprestasi buat Rudini kelak jerih payah ayahmu akan didengar dan dihargai orang.

Perkembangan Baja Pamor dan Aplikasinya

•June 16, 2008 • 9 Comments

Material Damascussteel, di Indonesia lebih dikenal dengan nama Baja Pamor. Kebanyakan aplikasi pemakaiannya pada produk seni dan orang Jawa Tengah sudah mengenal dan mengembangkan material tersebut berabad-abad lamanya dan kebanyakan diaplikasikan pada material bilah Keris. Berbagai corak dan ragam pamor dari mulai tingkat sederhana samapai dengan tingkat yang memiliki kesulitan teknik proses yang rumit telah dihasilkan oleh para Mpu disana melalui teknik pembuatan dengan methoda Hand Made  – Forging (Tempa Tradisional). Ki Hajar Satoto, seorang seniman dan juga seorang akademisi dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)-Solo, pernah mengaplikasikan material ini pada perangkat gamelan karawitan dan hasilnya sangat indah sekali. Karya beliau pernah di pamerkan pada pameran seni tosan aji di Bentara Budaya, jakarta.

Ilmu Material Science & Metallurgy, perkembangannya sangat pesat di USA dan negara-negara Eropa, sehingga teknik proses pembuatannya juga berkembang tidak saja dengan Tempa Tradisional tetapi sudah dikembangkan dengan Powder Metallurgy Technology (Teknologi Metalurgi Serbuk). Dengan Teknologi tersebut berbagai jenis pamor dapat dihasilkan walaupun memerlukan tingkat kerumitan yang tinggi dalam prosesnya dibandingkan dengan teknik tempa tradisional, sehingga waktu prosesnya bisa lebih singkat dan kapasitas produksinya juga akan lebih tinggi, tetapi konsekwensinya adalah biaya investasi khususnya untuk peralatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan metoda tradisional.

Permintaan pasar akan material baja pamor ini terus meningkat sehingga mendorong sebuah perusahaan Damassteel AB, dari Swedia mengembangkan pembuatan baja pamor secara komersial dengan kapasitas produksi yang cukup besar. Jaringan distribusi dan marketing pun sudah mulai menyebar secara global dan di asia salah satunya adalah negara China. Damasteel AB, menjual produknya dalam bentuk Flat Bar, Square Bar dan Round Bar, dengan berbagai dimensi ukuran. Metoda dan teknologi pembuatan material tersebut salah satunya menggunakan Powder Metallurgy . Gambar dibawah ini adalah contoh beberapa produk dari Baja Pamor Damasteel AB, Swedia:

Beberapa produk Damasteel AB, telah dimanfaatkan oleh para perajin tosan aji menjadi beberapa produk seni yang mempunyai nilai estetika dan nilai ekonomi yang tinggi, seperti dibawah ini:

Itulah sekilas typical applications dari material damascussteel, jadi kalau secara keseluruhan setiap seniman tosan aji bebas mengekspresikan kedalam karya seni apapun.

Thank you for Mr. Inger Ahs-Kjellen Soderfors Smeja, Sweden. for damascussteel image contributed

Catatan perjalanan kujang pamor – Kreasi Gosali Pamor Siliwangi

•June 10, 2008 • 19 Comments

Pada tanggal 8 sd 10 Juni 2008, kami berdua dengan Amas Sambas seorang pandai tempa kujang (Master Bladesmith) menyempatkan diri untuk mengunjungi pameran kujang yang diselenggarakan oleh, Balai Pengelolaan Museum Negeri “Sri Baduga” Jawa Barat dan Paguyuban Pencinta Kujang. Kami sempat bertemu dengan panitia penyelenggara diantaranya dengan Gungun Gurnadi sebagai kolektor kujang, Nita Julianita dari Museum Negeri Sri Baduga, dan Primaditya, dosen muda dari ITS, yang saat ini sedang menyelesaikan thesisnya mengenai klasifikasi dan kerajinan golok, di FSRD-ITB. Kami juga bertemu dengan Jajang seorang akhli ukir kalau didaerah Ciwidey sebutannya adalah maranggi, yang dulu sempat membantu kami pada saat rekonstruksi kujang pamor kami. Bagus sekali themanya: KUJANG PUSAKA JATI DIRI KISUNDA, “Mengenalkan Ragam Bentuk Kujang Sebagai Salah Satu Kekayaan Budaya Jawa Barat”.

Kami berdua bangga dan terharu ternyata penelitian kami 12 tahun yang lalu mengenai Material Baja Pamor yang diaplikasikan pada Kujang, terus berkembang. Waktu itu ide kami sangat sederhana sekali. Bermula dari dari kujang yang kami pesan dari Teddy Kardin Jl. Hegarmanah, Bandung. Beliau memperlihatkan kepada kami dan berkata: “sebutulnya ada material yang sangat artistic namanya Damascussteel”. Kami perhatikan bentuk dan teksturnya memang indah sekali ada garis-garis abstrak putih mengkilap. Lantas saya tanyakan kepada beliau. Kang Teddy kami pernah melihat ini sebagai material keris. Beliaupun menjawab: Iya. Kami langsung penasaran, Kang Teddy punya referensi mengenai material damascussteel?. Beliau menjawab: “Ada”. Boleh kami copy?. “Boleh”. Ketika pulang kami tanyakan kepada Almarhum Ayah kami dan beliau juga mengenalnya sebagai material untuk keris. Karena saat revolusi Almarhum Ayah kami ikut hijrah ke yogya bersama Pasukan Divisi Siliwangi, maka beliau sangat mengenal sekali dengan teknik dan cara pembuatannya, karena disekitar Yogya – Magelang ada beberapa Empu Keris terkenal sebagai pembuat keris keraton.

Berawal dari artikel pendek Majalah Knive inilah, kami coba kembangkan lebih jauh lewat korespondensi, dengan rekan-rekan di USA melalui American Bladesmith Society, wawasan dan pengetahuan kami mulai berkembang. Kebetulan di Jakarta HU. Kompas mengadakan pameran Keris dan Teknik Pembuatannya dengan para perajin keris yang sebagian besar dari Solo. Kami perhatikan teknik pembuatannya karena kebetulan background kami dari teknik mesin, jadi tidak terlalu kesulitan untuk mengikutinya. Dari sinipun kami merasa belum cukup pengetahuan untuk mencoba membuatnya lantas dilanjutkan dengan jalan ke Sekolah Tinggi Seni Indonesia – Solo, yang kebetulan disana ada jurusan kria tosan aji. Saya coba bawa material Alloy Steel AISI O1, AISI C-1045 dan Nickel dengan tingkat kemurnian 99%, untuk dicoba ditempa disana. Mereka kesulitan dalam menempa karena materialnya terlalu keras tetapi akhirnya berhasil juga.

Setelah studi referensi dan studi banding di Solo, akhirnya kami simpulkan untuk mencoba membuat material sendiri dan diaplikasikan pada kujang dan kami namakan kujang pamor. Ide ini dari awalnya sudah kami sampaikan kepada pimpinan perusahaan kami yaitu pasangan suami istri Susanto Widjaja dan Sri Sulastri Anggraini. Beliau setuju untuk melanjutkan penelitian kami dan beliau berpesan kelak penelitian ini harus menjadi suatu produk seni dan budaya yang punya nilai tinggi baik secara estetika maupun komersial. Beliau juga menambahkan mudah-mudahan kelak para seniman, budayawan khususnya dari daerah Jawa Barat akan tertarik untuk menggali kujang lebih jauh lagi. Susanto Widjaja berkelakar dan berkata: “Kami heran kenapa kukri pisau Resimen Tentara Ghurka lebih polularitas dari pada kujang, yaa. Padahal kalau diamati saya yakin ini adalah senjata etnik juga awalnya?!”. Waktu itu kami hanya menjawab:”Waktu akan membuktikan, kelak kujang pamor juga akan dikenal didunia”.

Akhirnya kami sepakat bertiga waktu itu, Susanto Widjaja, Sri Sulastri, Bayu S. Hidajat sepakat membuat bengkel kreasi seni tosan aji dan Susanto Widjaja member nama GOSALI PAMOR SILIWANGI. Gosali dalam bahasa Sunda berarti bengkel tempat seorang Empu berkarya. Pamor adalah bagian dari seni tosan aji (kreasi seni besi yang bernilai) atau bisa juga diartikan sebagi kharismatik dan Siliwangi diambil dari nama Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran. Kebetulan saat itu instansi yang member sambutan baik pada penelitian kami yang pertama adalah KODAM III – SILIWANGI, melalui panglimanya May.jend. Tayo Tarmadi, dibantu staff nya Letkol. Ali Hassan dan Kol. Tatang.

Pada bulan Agustus 1996, Kami memulai pembuatan Baja Pamor di Gosali milik Amas Sambas, di Kampung Lio, Desa Mekarmaju, Ciwidey, Kab. Bandung. Waktu itu Bayu S. Hidajat sebagai Pengarah Teknis (Technical Advisor), bertanggung jawab pada komposisi material dan teknik proses penempaan. Amas Sambas sebagai pandai (Master Bladesmith), Aka dan Subandi, sebagai panjak (Co. Worker). Dari experiment ini kami berhasil membuat baja pamor motif dasar beras utah, pamor lurus, pamor untir dan udan mas (penamaan ini kami ambil sebagian dari istilah keris). Seluruh baja pamor tersebut langsung kami aplikasikan pada kujang dan kujang kujang tersebut kami berikan sebagai cinderamata pada client di perusahaan kami, sebagian diberikan dan dijual kepada KODAM III-SILIWANGI untuk para tamu VVIP nya, Gubernur Jabar Nuriana, Walikota Bandung Wahyu Hamidjaja dan Pesanan Para Kolektor dalam dan luar negeri.

November 1996, Bayu S. Hidajat dan Amas Sambas berhasil menurunkan, Teknik dan Proses Pembuatan Baja Pamor ini kepada Generasi ke 2 yaitu, Pandai Achid, masih di kampong Lio, Desa Mekarmaju, Ciwidey, Kab. Bandung. Sebagai pendukung yang tidak kalah pentingnya dalam perjalanan kujang pamor kami adalah Jajang Rambo dari Sukawening Ciwidey dan Nur dari Salamanjah Ciwidey. Sedangkan untuk Maranggi generasi pertama adalah Atep dan kedua adalah Jajang Toed.

Dari sejarah singkat inilah babak baru kujang pamor, kreasi empu-empu muda dimulai di Bandung dan mungkin di Jawa Barat, memang masih relatif muda usianya tetapi memang belum banyak hasil serta kreasi yang kami berikan waktu itu tetapi minimal Gosali Pamor Siliwangi, telah berani merubah hal yang imajinatif menjadi sesuatu yang realistic. Kami pun bangga, kemarin dari pembicaraan dengan rekan-rekan di Pameran salah satu maranggi binaan kami berkata: “Selepas Bayu S. Hidajat ke Jakarta dan Yogyakarta, di Ciwidey dilanjutkan oleh Teddy Permadi.” Kebetulan kami dan Amas Sambas tidak sempat bertemu beliau, tetapi Jajang Toed menambahkan bahwa orangnya yang dulu dibawa Bayu S. Hidajat ke Ciwidey diantaranya ke Atep, maranggi. Saya ucapkan juga dengan segala kerendahan hati mohon maaf mungkin saya khilaf. Tapi seingat saya kalau tidak salah dulu pernah ada Seminar dan Pameran Kujang di IAIN dan beberapa koleksi kami juga sempat dipamerkan disana.

Ada beberapa saran yang akan kami sampaikan setelah mengunjungi pameran ini:

  1. Untuk event pameran ini kami acungkan jempol, terlepas dari segala kekurangannya karena sudah berani memulai saja adalah sudah langkah maju. Lakukan dengan lebih baik dan professional lagi serta buat kalender event pada setiap periode waktu. Libatkan instansi terkait dan event organizer yang professional serta pihak sponsor baik dari perusahaan swasta, bumn, PMA dan NGO yang peduli dengan budaya. Sekaligus adakan perlombaan membuat kujang terbaik untuk setiap tahunnya, yang yang pesertanya setiap daerah yang ada di Jawa Barat, khususnya.
  2. Pameran akan lebih menarik bilamana disajikan dalam bentuk real berupa demo proses pembuatan kujang yang terintegrated dari mulai proses penempaan, finishing bilah dan Maranggi. Benefitnya adalah Empu seperti Amas Sambas dan Achid harus diperkenalkan kepada Masyarakat Luas. Karena biar bagaimanapun salah satu kunci kreativitas karya kujang itu ada pada beliau-beliau ini. Para Mpu inilah yang kelak akan mewariskan keakhliannya kepada generasi penerus. Untuk menjaring dan merangsang
  3. Dorong karya penelitian dari pihak PEMDA khususnya libatkan Akademisi, tokoh masyarakat, yang bisa dianggap sebagai narasumber. Satukan hasil segala pemikirannya dan deskripsikan menjadi sebuah buku bahkan jika perlu dijadikan sebagai ensiklopedia. Mungkin disini yang terlibat adalah cabang ilmu antropologi, sejarah, seni & disain material science yang menangani pengembangan material kujang. Lakukan publikasi baik didalam negeri maupun diluar negeri. Kelak kalau kujang kita sudah jelas definisi anatominya, jelas bentuk pamor dari yang menciptanya, bila perlu dipatentkan (HAKI).
  4. Dari sisi material kamipun harus jujur perkembangan secara estetika dan teknik pembuatan baja pamor kita tertinggal jauh di bandingkan dengan Negara USA dan Eropa. Tetapi ini sangat wajar karena walaupun Baja Pamor dulunya sangat berkembang di Negara Indonesia, tetapi perkembangan material science dan metalurgi jauh berkembang dinegara sana. Karena dukungan Research & Development yang baik.
  5. Rangsang para seniman dan perajin tosan aji kujang agar Mpu-Mpu nya bisa hidup dengan layak dan menikmati buah karyanya. Mungkin secara komersial mereka bisa dimasukan dalam pemberian kredit UKM.
  6. Beri kebebasan khususnya para seniman muda untuk melahirkan karya-karya terbaik mereka. Jangan pernah ada lagi kata-kata kujang saya yang asli, kujang saya benar2 yang paling asli karena luangnya ada 5. Kujang yang benar dan asli itu matanya 3. Biar aja public dan market yang akan menilai sesuai dengan seleranya.

Mungkin kelak keberadaan kujang pusaka akan benar2 menjadi jatidiri Kisunda. Awali dengan MAU. Mau kerja keras, mau berpikir, mau jujur, mau berkarya, mau belajar, mau tidak egois …..dll.

Dukungan penuh dari seluruh pemerintah dan masyarakat Jawa Barat khusus nya, menjadikan power agar warisan dan budaya kujang ini tetap terjaga dan lestari. Jangan sampai nanti rebut dan kebakaran jenggot manakala sudah dipatent kan oleh Negara lain. Saving Our Culture Heritage, To be in Harmony with the Universe. Jangan hanya jadi slogan indah tapi harus terealisasi dan benar-benar disadari oleh seluruh masyarakat kita.


Selamat Datang di Gosali Pamor Siliwangi

•June 7, 2008 • 4 Comments

Selamat Datang di Situs Gosali Pamor Siliwangi (GPS). Dalam Bahasa Sunda Gosali berarti, bengkel tempa tempat Mpu berkarya dan berkreasi seni tosan aji. Saat ini GPS dipimpin oleh Bayu S. Hidajat. Seorang Mpu atau Bladesmith Master yang saat ini masih selalu setia dalam karya dan kreasi seni tosan aji adalah Amas Sambas.

Situs ini kami buat sebagai sarana informasi, diskusi dan tukar pengetahuan khusus nya yang berhubungan dengan perkembangan Seni Tempa Tosan Aji dan lebih spesifik lagi untuk perkembangan Material Baja Pamor (Damascussteel) dan Senjata Pusaka Etnik Sunda yaitu Kudjang.

Kami ingin mengajak khususnya generasi muda agar sama-sama mencintai dan melestarikan budaya ini. Siapa lagi yang akan peduli dan mengangkat Budaya Kudjang, kalau bukan warga Jawa Barat. Yukkk…..kita sama-sama belajar dan berkarya dalam pengembangan budaya material pamor dan Kudjang Pamor. Jangan takut dan ragu-ragu dalam mencipta Kudjang jangan pernah juga ada yang berkata ini Kudjang saya yang asli, karena berlubang (matanya) jumlahnya ada sembilan, ada lima, ada tujuh dan lain sebagainya.

Kita semua bebas dalam berkarya dan jangan lupa biasakan deskripsikan secara tertulis dari mulai basic konsep dan beri nama karya kita. Mohon maaf dengan tanpa membedakan etnis dan RAS, orang Jawa Barat harus belajar banyak sama orang Jawa Tengah khususnya Solo dan Yogyakarta kelak akan tahu jawabannya kenapa Keris tidak pernah hilang budayanya dan bahkan merupakan Heritages hasil kebudayaan yang sangat diperhitungkan?.